Sabtu, 22 Februari 2014

Bahasa Arab, Inna dan Sejenisnya



إن وأخواتها
(Inna dan Sejenisnya)
 Oleh: Muhammad Ghazali Rahman

A. Pendahuluan
            Bahasa merupakan alat komunikasi dan sarana yang sangat penting digunakan dalam menyampaikan pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain, baik secara tertulis maupun lisan. Oleh karena itulah, manusia sejak lahir telah dibekali potensi kebahasaan yang memungkinkan Ia dapat mengungkapkan apa yang terjadi dalam diri dan lingkungannya.

            Bahasa Arab yang menjadi objek pembahasan tulisan ini merupakan Bahasa Alqur’an sekaligus menjadi bahasa Agama. Selain itu, bahasa Arab juga merupakan alat (wasilah) dalam membantu seseorang dalam mencapai tujuannya. Misalnya dalam mengkaji berbagai literatur yang menggunakan bahasa Arab. Hal tersebut juga dapat dipergunakan dalam mengkaji Alqur’an dan Sunnah sebagai dua sumber pokok ajaran Islam.
            Oleh karena itu, ia disebut pula sebagai bahasa kedua (second language) yang telah dipelajari dan dipergunakan oleh berbagai negara. Bukan hanya negara yang ada di kawasan Timur Tengah tetapi juga negara-negara lain. Bahkan menempati posisi sebagai bahasa resmi internasional yang dipergunakan oleh kurang lebih dua puluh negara.1
            Keberadaan Bahasa Arab sebagai Bahasa Asing, memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pentingnya, negara-negara non Arab telah mempelajarinya dengan berbagai macam faktor dan interest, baik faktor ekonomi, politik, budaya (culture) maupun kaitannya dengan faktor lain seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Bahkan, di negara-negara adi kuasa, Amerika dan Eropa misalnya, telah berupaya mencari metodologi yang efektif untuk menguasai bahasa Arab dalam waktu singkat.2
            Demikian urgennya, pengaruh bahasa Arab tampak semakin luas dalam pergaulan dunia internasional. Pada perkembangan selanjutnya, sejak tahun 1973 bahasa Arab diakui secara resmi sebagai bahasa yang sah untuk dipergunakan dalam lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa.3
            Adapun spesifikasi pembahasan bahasa Arab pada tulisan ini adalah Inna wa Akhwatuha (Inna dan Sejenisnya) sebagai awamil yang masuk pada mubtada dan khabar, dan mengubah kedudukan lafaz dan pengertiannya dari pengertian semula. Yakni beberapa aspek yang berkaitan dengan jenis-jenisnya, kedudukan dan fungsi/pengaruhnya dalam kalimat, i’rab, serta contoh-contohnya dalam beberapa bentuk kalimat.
B. Pembahasan       
            Inna dan sejenisnya merupakan salah satu dari sekian awamil yang masuk pada mubtada dan khabar,          dan mengubah kedudukan lafaz dan pengertiannya dari pengertian semula. Oleh karena itu, awamil tersebut juga dinamakan “nawasikh”, artinya yang menghapus atau mengubah hukum / pengertian jumlah dari asalnya.
Adapun yang dimaksud inna dan sejenisnya ini adalah enam huruf yang mencakup: إن , أن  , لكن , كأن , ليت , لعل .Keenam jenis huruf tersebut merupakan kelompok kata yang merubah bunyi mubtada’ yang semula marfu’ menjadi manshub, sekaligus tetap mempertahankan khabar pada keadaan semula,  yaitu marfu’.  ( رَجُلٌ قَائِمٌ إِنَّ  رَجُلاً قَائِمٌ  ) Jadi, inna dan sejenisnya tersebut me-nashab-kan isim yang semula  mubtada dan me-rafa’-kan khabar yang semula marfu’ oleh mubtada. Oleh karena itu pula maka isim kalimat yang dimasukinya disebut dengan isim-nya inna dan khabar kalimat tersebut adalah khabar inna. Jenis dan fungsi inna tersebut secara lebih rinci dapat dilihat sebagai berikut:
1.        إن     : Sesungguhnya
2.       أن      : Sesungguhnya, bahwasanya.
إن   dan أن , keduanya berfungsi sebagai huruf ta’kid (التأكيد),         تقوية المعنى في ذهن السامع ,yakni untuk menguatkan atau meyakinkan, dengan catatan bahwa إن  bisa terletak di awal atau di tengah kalimat, sedangkan أن   pasti terletak di tengah kalimat. Contoh:      إن مسعودًا غنيٌّ   dan   بلغني أن مسعودًا فقيرٌ.
3.       لكن    : Akan tetapi, tapi, namun; kata ini berfungsi sebagai istidrak              (إستدراك ), تعقيد الكلام برفع  ما يتوهم شبوته او نفيه ,yakni untuk menyusulkan keterangan atau “menyangkal” pernyataan sebelumnya. Oleh karenanya, pasti ada pernyataan atau kalimat sebelumnya. Contoh: قام  علي لكن  مسعودأ  ناعم .
4.       كأن    : Seolah-olah, seakan-akan; berfungsi sebagai tasybih ( التشبيه  ), مشاركة  أمر لأم  في المعنى ,  yakni untuk menyerupakan sesuatu  dengan sesuatu yang lain. Contoh:كأن  زيدًا اسدٌ .
5.        ليت   : Semoga, kiranya, mudah-mudahan atau barangkali; berfungsi sebagai tamanny ( التمني  ) , طلب ملا طهم فيه او ما فيه عسر ,yakni untuk mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin atau sulit dicapai. Contoh:  ليت  زيدًا ذكيٌ .
6.       لعل : Semoga, mudah-mudahan atau agar; berfungsi sebagai tarajjiy atau tawaqqu’ (الترجي  ), طلب الأمر المحبوب او الإشفاق في المكروه , yakni untuk mengharapkan sesuatu yang mungkin atau mudah dicapai, atau menharapkan terjadinya sesuatu yang disukai atau  tidak  terjadinya sesuatu  yang  tidak   dikehendaki.  Contoh:   الحبيب َقادمٌ لعل  atau لعل زيدا هالكٌ .
Inna atau sejenisnya merupakan ‘amil (penyebab) lain terjadinya perubahan pada jumlah ismiyyah yang terdiri dari mubtada’ dan khabar. Perubahan yang terjadi apabila inna atau sejenisnya memasuki mubtada’ dan khabar  yaitu:
1.      Kalimah isim yang semula berkedudukan sebagai mubtada’ berubah kedudukannya menjadi isim inna atau sejenisnya, dan kata yang semula berkedudukan sebagai khabar berubah menjadi khabar inna atau yang sejenisnya.
2.      تنصيب الاسم وترفع الخبر , inna atau yang sejenisnya itu me-nashab-kan isim-nya dan me-rafa’-kan khabar-nya. Maksudnya, sebagaimana telah diketahui bahwa mubtada’ dan khabar harus dibaca rafa’ ( مرفوع ), maka ketika kedudukannya berubah, akan terjadi perubahan sebagai berikut: isim inna atau sejenisnya harus dibaca nashab ( منصوب ), sedangkan khabar inna atau yang sejenisnya tetap harus dibaca rafa’ ( مرفوع  ).
Isim inna atau yang sejenisnya terkadang berupa isim zhahir dan adakalanya berupa isim dhamir, dan khabar inna atau yang sejenisnya terkadang berupa kalimah isim (khabar mufrad), adakalanya berupa jumlah ismiyyah atau jumlah fi’liyyah dan terkadang pula berupa jar-majrur.
Setiap kalimah isim yang berkedudukan sebagai isim inna atau yang sejenisnya berupa isim zhahir, maka tanda nashab-nya tergantung pada bentuk kalimah-nya. Begitupula setiap kalimah isim yang berkedudukan sebagai khabar inna  atau yang sejenisnya berupa isim zhahir, maka tanda rafa’-nya tergantung pula pada bentuk kalimah-nya.
Bentuk
اسم إن        خبر إن
منصوب         مرفوع
إن
الخبر
المبتدأ
Mufrad

Mufrad

Jama’ taksir

Jama’ muannats

Maqshur

Manqush

Mutsanna


Jama’ mudzakkar

Asma’ khamsah
غفورٌ
كريمةٌ
كرماءُ
كريماتٌ
كريمٌ
كريمٌ

كريمانِ
كريمتانِ
كريمونَ
ذو علمٍ
اخوناَ
الله َ
العابدةَ
العبادَ
العابداتِ
موسَى
القاضيَ

العابدينِ
العابدتينِ
العابدينَ
حماك
ابا بكرٍ
إن
إن
إن
إن

إن
إن

إن


إن
إن

غفورٌ
كريمةٌ
كرماءُ
كريماتٌ
كريمٌ

كريمٌ
كريمانِ
كريمتانِ
كريمونَ
ذو علمٍ
اخوناَ
الله ُ
العابدةٌ
العبادُ
العابداتُ
موسَى

القاضىْ
العابدانِ
العابدتانِ
العابدونَ
حموك
ابو بكرٍ







            Beberapa hal lain menyangkut pembahasan ini antara lain:
1.      Khusus pada khabar inna (bukan anna atau yang lainnya) boleh dimasuki lam ta’kid (ل , artinya: benar-benar atau sungguh-sungguh), baik khabar-nya berupa kalimah isim (khabar mufrad), jumlah, atau berupa jar-majrur. Contoh:
-         QS. 81: 19; إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍ  (Sesungguhnya ia (Al-Qur’an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (jibril).
-         QS. 25: 20; اِلآّ اِنَّهُمْ لَيَأْكُلُوْنَ الطَّعَامَ  (…, melainkan mereka sungguh (benar-benar) memakan makanan….
-         QS. 103: 2; اِنَّ الإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ  (Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian)
       2.   Jika أن  dan كأن   di-takhfif ( تخفيف ), yakni dibaca ringan, ( أن  dan كأن) maka isim an dan ka’an harus berupa dhamir sya’an ( ضمير الشأن ), yakni هُ , dan dhamir sya’an itu harus dibuang (tidak ditampakkan), sedangkan khabar-nya harus berupa jumlah  ismiyyah atau jumlah fi’liyyah. Khabar-nya tidak boleh berupa kalimah isim (khabar mufrad) atau berupa jar-majrur, seperti pada contoh:                                 
-   Kalimat Syahadat: أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ (Aku bersaksi bahwa sesungguhnya samasekali tidak ada Tuhan selain Allah).
-   QS. 10: 24;  ... كَأَنْ  لَمْ تَغْنَ باِلاَْنْسِ  (…, seakan-akan tanaman itu belum pernah tumbuh kemarin…
           Isim an dan ka’an pada contoh tersebut adalah dhamir sya’an, yakni هُ  yang dibuang, sehingga tidak ditemukan artinya. Sekiranya dhamir itu ditampakkan maka akan dibaca أنه   dan كأنه . sedangkan khabar masing-masing, yaitu rangkaian kalimat yang digarisbawahi berupa jumlah, yakni jumlah ismiyyah sebagai khabar an dan jumlah fi’liyyah sebagai khabar ka’an.
2.      Jika لَكِنَّ di-takhfif, yakni dibaca لَكِنْ , maka ia tidak lagi mengakibatkan terjadinya perubahan pada mubtada’ dan khabar, tetapi ia berfungsi sebagai  huruf ‘athaf, seperti halnya وَ .
Adapun ketentuan inna yang dibaca kasrah hamzah-nya antara lain dapat dijumpai dalam beberapa tempat dan syarat.
1.      Apabila terletak di permulaan kalimat, contoh: إن اللهَ معنا .
2.      Apabila terletak di belakan حيث , contoh:  اجلس حيث إن العلم موجود.
3.      Apabila terletak di belakang اذ, contoh: جئت اذ إن الشمس تطلع .
4.      Apabila terletak di belakang sumpah, contoh: والله إن العلم نور .
5.      Apabila terletak di belakang قول , contoh: قال إني عبد الله .
6.      Apabila terletak di awal jumlah yang menjadi الصفة والاموصوف , contoh: جاءالذين إنه مجتهد .
7.      Apabila حال , contoh: جئت وإن  الشمس تغرب .
8.      Apabila ia adalah sifat dari kata yang mendahuluinya, contoh: جاء رحل إنه كريم .
            Pada contoh tersebut, inna harus di-kasrah hamzah-nya karena kalimat yang terletak setelahnya tidak boleh diubah menjadi mashdar bersama dengannya untuk menggantikan tempatnya. Sebaliknya, harus dibaca anna yang di-fathah hamzah-nya apabila ia dan kalimat setelahnya dapat diubah menjadi mashdar untuk menggantikan tempatnya.
      

KEPUSTAKAAN

1.      Dikatakan the second language karena bahasa tersebut dipelajari setelah bahasa ibu yang dikategorikan the first language, sementara bahasa asing adalah bahasa yang dipelajari setelah bahasa kedua, lihat Yudi Cahyono, Kristal-kristal Bahasa (Cet. I; Surabaya: Airlangga pers, 1995), h. 14.
2.      Lihat Azhar Arsyad, Suatu Penafsiran Psikodinamik terhadap Metodologi Pengajaran Bahasa Asing Inovatif (Jakarta: al-Qushwa, 1989), h. 1.
3.      Chatibul Umam, Aspek-aspek Fundamental dalam Bahasa Arab (Cet. I; Bandung: PT. Alma’arif, 1980), h. 15.
4.      Musthafa Ghalayayny, Jami al-Durus al-Arabiyyah, Juz I (Cet. XXI; Beirut: al-Maktabah al-Ashriyyah, 1987), h. 313-315.
5.      Akrom Fahmi, Ilmu Nahwa dan Sharaf 3; Tata Bahasa Arab (Cet. I; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 180-185.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar