PENGERTIAN DAN
CIRI-CIRI ILMU
SERTA SISTEM KERJA KEILMUAN
Oleh
Muh. Ghazali
Rahman
A. Pendahuluan
Al-Ghazali dalam bukunya “Al-Munqiz
min al-Dhalal” sebagaimana dikutip oleh AM. Saefuddin mengatakan:
Janganlah melihat yang benar itu dari manusianya tetapi
kenalilah dahulu apa yang benar itu, kemudian engkau baru akan dapat mengenal
dan mengetahui siapakah orang yang benar itu.
Meskipun sebagian filosof membedakan
antara ilmu dengan pengetahuan, namun dalam makalah ini tidak
akan menjadikan keduanya sebagai suatu yang dikotomis untuk dibedakan. Oleh
Ahmad Syadali yang dikutip dari Louis Kattsoff dikatakan bahwa bahasa yang
dipakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling
melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk
berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukannya di dalam ilmu pengetahuan.
Ilmu, filsafat dan agama mempunyai hubungan yang terkait dan reflektif dengan manusia.
Dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat berkembang apabila tidak ada tiga alat dan tenaga utama
yang berada dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga manusia adalah: akal
pikir, rasa, dan keyakinan, sehingga dengan ketiga hal tersebut manusia dapat
mencapai kebahagiaan bagi dirinya.
Bertrand Russel menyampaikan bahwa jika seseorang
tertarik pada filsafat, ia tidak akan
menjadi filosof yang baik hanya dengan jalan mengetahui fakta-fakta ilmiah yang
lebih banyak, melainkan yang harus ia pelajari terlebih dahulu adalah
asas-asas, metode-metode, dan pengertian-pengertian yang umum.
Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiaannya mampu
menangkap alam kehidupannya dan mengabstraksikan tangkapan tersebut dalam
dirinya dalam berbagai bentuk “pengetahuan”. Apa yang diperoleh dalam proses
mengetahui tersebut tanpa memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya dimaksudkan
ke dalam kategori yang disebut pengetahuan, yang dalam bahasa inggris
disebut knowledge. Seperti halnya kepastian yang dimulai dengan rasa
ragu-ragu, maka pengetahuan dimulai dari
rasa ingin tahu.
Ilmu merupakan pengetahuan yang
mempunyai karakteristik tersendiri. Pengetahuan (knowledge) mempunyai berbagai cabang pengetahuan, dan
ilmu (science) merupakan salah satu dari cabang pengetahuan tersebut.
Karakteristik keilmuan itulah yang mencirikan hakikat keilmuan dan sekaligus membedakan ilmu dari berbagai cabang pengetahuan
lainnya. Dengan kata lain, karakteristik keilmuan menjadikan ilmu
merupakan suatu pengetahuan yang
bersifat ilmiah. Dengan demikian, oleh Jujun S. Suriasumantri dikatakan bahwa
sinonim yang tepat dari ilmu adalah pengetahuan ilmiah (scientific
knowledge).
Ilmu sebagai bagian dari pengetahuan merupakan suatu cara
berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Berpikir
bukan satu-satunya cara dalam mendapatkan pengetahuan, demikian juga ilmu bukan
satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. Ilmu merupakan produk dari proses berpikir menurut langkah-langkah
tertentu, secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah.
B. Pembahasan
Sebelum masuk pada defenisi ilmu, maka ada tiga kategori
pengetahuan yang perlu kita kenal, yaitu:
1.
Pengetahuan inderawi (knowlwdge)
pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat
dijangkau secara langsung oleh panca indera. Batas pengetahuan ini ialah segala
sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera. Kedudukan knowledge ini
adalah penting sekali, karena ia merupakan tangga untuk melangkah ke ilmu.
2.
Pengetahuan keilmuan (science)
pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat
diteliti dengan riset atau eksperimen , sehingga apa yang ada di balik knowledge bisa dijangkau. Batas pengetahuan ini ialah
segala sesuatu yang tidak terjangkau lagi oleh rsio atau otak dan panca indera.
3.
Pengetahuan falsafi
Pengetahuan ini mencakup segala fenomena yang tidak dapat
diteliti tapi dapat dipikirkan. Batas pengetahuan ini ialah alam, bahkan juga
bisa menembus apa yang ada di luar alam.
a.
Pengertian Ilmu
Kata ”ílmu”
berasal dari bahasa Arab yang diindonesiakan, yaitu berasal dari akar kata ع-ل-م = علم =
معرفة yang
berarti hal mengenal atau ilmu pengetahuan.
Defenisi ilmu berdasarkan kamus Bahasa Indonesia ialah:
Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara
bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Menurut Ahmad Syadali, dikatakan
bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu kenyataan atau obyek tertentu yang tersusun secara sistematis,
dari usaha manusia yang dilakukan dengan penyelidikan, pengamatan dan
percobaan-percobaan. Dalam hal ini yang menjadi sumbernya adalah hasil
penyelidikan dengan pengalaman (empiris)
dan percobaan (eksperimen), yang kemudian diolah dengan pikiran.
Sedangkan menurut Jujun S.
Suriasumantri, ilmu adalah suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia
alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Untuk itu ilmu
membatasi ruang jelajah kegiatannya pada daerah pengalaman manusia. Artinya,
obyek penelaahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap oleh
pengalaman manusia melalui panca inderanya.
b.
Ciri-ciri Ilmu
Adapun ciri-ciri ilmu yaitu:
1) Komprehensif;
ruang lingkupnya luas dan lengkap.
2) Sinoptik; unsur-unsurnya memiliki
kebersamaan yang integral.
3) Sistematik; teratur
menurut sistem, ada korelasi.
4) Memiliki
obyek kajian yang jelas.
5) Relatif; bersifat sementara dan terbuka
terhadap penemuan baru, kreatif dan
pragmatis. Kebenaran ilmiah tidaklah bersifat difinitif, suatu teori keilmuan
yang dipandang benar pada kurun waktu tertentu, mungkin saja salah dalam kurun waktu yang lain.
6) Koheren; runtut,
unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian-uraian yang bertentangan satu
sama lain.
7) Sistematis; masing-masing unsur saling
berkaitan satu sama lain, ada sistem dalam susunan pengetahuan dan dalam cara
memperolehnya.
8) Konsepsional;
jelas prosesnya.
9)
Rasional; unsur-unsurnya berhubungan secara
logis.
10)
Intersubjektif, kepastian pengetahuan
ilmiah tidaklah didasarkan atas intuisi-intuisi serta pemahaman-pemahaman
secara subjektif, melainkan dijamin oleh sistemnya itu sendiri.
11)
Bersifat empiris, berdasarkan
pengalaman, penemuan, pengamatan, percobaan yang telah dilakukan.
12) Kognitif; pernyataan yang terkait
dengan keilmuan itu memang bersifat mengandung hakikat kebenaran itu sendiri.
13) Mempunyai dasar pembenaran/postulat;
cara kerja ilmiah diarahkan untuk smemperoleh derajat kepastian yang sebesar
mungkin.
14) Otonom; mempunyai kedudukan
mandiri. Maksudnya, meskipun faktor-faktor di luar ilmu juga ikut berpengaruh,
tetapi harus diupayakan agar tidak menghentikan pengembangan ilmu secara
mandiri.
15)
Memiliki hubungan fungsional dan hubungan kausal. Ilmu harus dapat
digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dan praktis.
16)
Ilmu harus bersifat tampa pamrih,
karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
17)
Objektif; setiap ilmu terpimpin oleh
obyek dan tidak didistorsi oleh
prasangka-prasangka subjektif.
18)
Progresiv;
suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh bila
mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru
lagi.
19)
Universal; berlaku umum (untuk semua orang atau untuk seluruh dunia). Jawaban atas pertanyaan apakah sesutu hal itu layak atau
tidak layak tergantung pada faktor-faktor subjektif.
c. Sistem Kerja Keilmuan
Dalam rangka mencapai kebenaran ilmiah dari suatu obyek
materi diperlukan pula sistem, yaitu hubungan secara fungsional
dan konsisten antara bagian-bagian yang
terkandung dalam sesuatu sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh. Hubungan
yang demikian itu tidak lain adalah dalam rangka mencapai satu tujuan, yaitu kebenaran ilmiah.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, antara cara pandang,
metode, dan system adalah hal-hal yang sangat menentukan bagi tercapainya
kebenaran ilmiah. System ini mempunyai daya kerja aktif yang menggerakkan dan
mengarahkan langkah-langkah yang telah ditentukan di dalam metode sedemikian
rupa sehingga kontinuitas dan konsistensi daya kerja metode itu mampu mencapai
tujuan akhir.
Adapun pendekatan dalam metode ilmiah yang dapat
mengantar pada sistem kerja keilmuan yaitu terdiri atas dua yaitu pendekatan deduktif dan
pendekatan induktif. Deduktif yaitu dari peristiwa-peristiwa umum yang
diselidiki, didapatkan kesimpulan khusus. Sedangkan induktif yaitu dari
peristiwa-peristiwa khusus yang diselidiki,
didapatkan kesimpulan umum. Metode pendekatan deduktif-induktif ini juga lazim
digunakan pada sistematika penulisan karya ilmiah dalam menyusun kerangka
berpikir yang lebih sistematis.
Berdasarkan metode pendekatan itu pula maka tahapan dari
sistem kerja keilmuan itu antara lain:
1)
Observasi, yaitu menghimpun fakta-fakta
atau data dari obyek studi.
2)
Klasifikasi data dan informasi.
3)
Melakukan generalisasi empiris, yaitu
membentuk defenisi dan pelukisan umum serta melakukan analisa tentang
fakta-fakta yang ditemukan.
4)
Melakukan eksperimentasi (percobaan)
5)
Hipotesis, yaitu pengembangan teori
ilmu yang sifatnya sementara. Hipotesa ini dilakukan dengan jalan menentukan
sebab-sebab (dengan menentukan hal-hal yang mendahului peristiwa), selanjutnya
yaitu dengan merumuskan hukum / teori sementara.
6)
Verfikasi atau pengujian ulang terhadap
hipotesis yang diajukan.
7)
Menyimpulkan teori logis berdasar pada
fakta dan data yang telah diuji. Dengan bantuan metode penelitian keilmuan, ramalan tersebut diuji dengan fakta
empiris dan diolah dengan bantuan analisis statistik untuk menghasilkan
kesimpulan umum.
C. Penutup
Ilmu merupakan suatu pengetahuan
yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi
merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan untuk meramalkan sesuatu
yang bakal terjadi, dan dengan demikian memungkinkan kita untuk mengontrol
gejala tersebut. Untuk itu ilmu membatasi ruang jelajahnya pada daerah
pengalaman manusia. Artinya, obyek penelaahan keilmuan meliputi segenap gejala
yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia melalui panca inderanya.
Allah menegaskan karunianya pada
manusia dengan memberikan penglihatan, pendengaran dan hati. Ketiga sarana
pribadi ini dikaruniakan Allah kepada
manusia agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Penglihatan dan
pendengaran adalah sarana observasi yang dengan bantuan akal mampu mengamati
dan mengartikan kenyataan empiris, dan hanya dengan hatilah proses generalisasi
empiris ini akan mengarahkan manusia
untuk bersyukur, yaitu dengan memanfaatkan sarana tersebut untuk kemashlahatan
umat.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro. Filsafat
Umum. Cet. II; Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1997.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. III;
Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Gazalba, Sidi.
Sistematika Filsafat. Cet. VI; Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Kattsoff, Louis.
Elements of Philosophy diterjemahkan oleh Soejono Soemargono dalam judul Pengantar
Filsafat. Cet. V; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992.
Mustansyir, Rizal
dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001.
Nasroen, Filsafat dan Cara Berfilsafat. Cet.
VIII; Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Saefuddin, A.M.
et. al., Desekularisasi Pemikiran;
Landasan Islamisasi. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998.
Sumantri, Jujun.
S. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar
Populer. Cet. XI; Jakarta: Sinar Harapan, 1998.
Suhartono,
Suparlan. Pengantar Ilmu Pengetahuan
Filsafat. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin, 1996.
Syadali, Ahmad.
Filsafat Umum. Cet. III; Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Yunus, Mahmud. Kamus
Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar