Jumat, 21 Februari 2014

PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI ILMU SERTA SISTEM KERJA KEILMUAN



PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI ILMU
 SERTA SISTEM KERJA KEILMUAN
Oleh
Muh. Ghazali Rahman
A. Pendahuluan
            Al-Ghazali dalam bukunya “Al-Munqiz min al-Dhalal” sebagaimana dikutip oleh AM. Saefuddin mengatakan:
Janganlah melihat yang benar itu dari manusianya tetapi kenalilah dahulu apa yang benar itu, kemudian engkau baru akan dapat mengenal dan mengetahui siapakah orang yang benar itu.
            Meskipun sebagian filosof membedakan antara ilmu dengan pengetahuan, namun dalam makalah ini tidak akan menjadikan keduanya sebagai suatu yang dikotomis untuk dibedakan. Oleh Ahmad Syadali yang dikutip dari Louis Kattsoff dikatakan bahwa bahasa yang dipakai dalam filsafat dan ilmu pengetahuan dalam beberapa hal saling melengkapi. Hanya saja bahasa yang dipakai dalam filsafat mencoba untuk berbicara mengenai ilmu pengetahuan, dan bukannya di dalam ilmu pengetahuan.

Ilmu, filsafat dan agama mempunyai hubungan  yang terkait dan reflektif dengan manusia. Dikatakan terkait karena ketiganya tidak dapat berkembang  apabila tidak ada tiga alat dan tenaga utama yang berada dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga manusia adalah: akal pikir, rasa, dan keyakinan, sehingga dengan ketiga hal tersebut manusia dapat mencapai kebahagiaan bagi dirinya.
Bertrand Russel menyampaikan bahwa jika seseorang tertarik  pada filsafat, ia tidak akan menjadi filosof yang baik hanya dengan jalan mengetahui fakta-fakta ilmiah yang lebih banyak, melainkan yang harus ia pelajari terlebih dahulu adalah asas-asas, metode-metode, dan pengertian-pengertian yang umum.
Manusia dengan segenap kemampuan kemanusiaannya mampu menangkap alam kehidupannya dan mengabstraksikan tangkapan tersebut dalam dirinya dalam berbagai bentuk “pengetahuan”. Apa yang diperoleh dalam proses mengetahui tersebut tanpa memperhatikan obyek, cara dan kegunaannya  dimaksudkan  ke dalam kategori yang disebut pengetahuan, yang dalam bahasa inggris disebut knowledge. Seperti halnya kepastian yang dimulai dengan rasa ragu-ragu, maka  pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu.
            Ilmu merupakan pengetahuan yang mempunyai karakteristik tersendiri. Pengetahuan (knowledge)  mempunyai berbagai cabang pengetahuan, dan ilmu (science) merupakan salah satu dari cabang pengetahuan tersebut. Karakteristik keilmuan itulah yang mencirikan hakikat keilmuan  dan sekaligus membedakan  ilmu dari berbagai cabang pengetahuan lainnya. Dengan kata lain, karakteristik keilmuan menjadikan ilmu merupakan  suatu pengetahuan yang bersifat ilmiah. Dengan demikian, oleh Jujun S. Suriasumantri dikatakan bahwa sinonim yang tepat dari ilmu adalah pengetahuan ilmiah (scientific knowledge).
Ilmu sebagai bagian dari pengetahuan merupakan suatu cara berpikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa  pengetahuan yang dapat diandalkan. Berpikir bukan satu-satunya cara dalam mendapatkan pengetahuan, demikian juga ilmu bukan satu-satunya produk dari kegiatan berpikir. Ilmu merupakan produk  dari proses berpikir menurut langkah-langkah tertentu, secara umum dapat disebut sebagai berpikir ilmiah.
B. Pembahasan
            Sebelum masuk  pada defenisi ilmu, maka ada tiga kategori pengetahuan yang perlu kita kenal, yaitu:
1. Pengetahuan inderawi (knowlwdge)
pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat dijangkau secara langsung oleh panca indera. Batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak tertangkap oleh panca indera. Kedudukan knowledge ini adalah penting sekali, karena ia merupakan tangga untuk melangkah ke ilmu.
2. Pengetahuan keilmuan (science)
pengetahuan ini meliputi semua fenomena yang dapat diteliti dengan riset atau eksperimen , sehingga apa yang ada di balik knowledge  bisa dijangkau. Batas pengetahuan ini ialah segala sesuatu yang tidak terjangkau lagi oleh rsio atau otak dan panca indera.
3. Pengetahuan falsafi
Pengetahuan ini mencakup segala fenomena yang tidak dapat diteliti tapi dapat dipikirkan. Batas pengetahuan ini ialah alam, bahkan juga bisa menembus apa yang ada di luar alam.
a.       Pengertian Ilmu
Kata ”ílmu”  berasal dari bahasa Arab yang diindonesiakan, yaitu berasal dari akar kata  ع-ل-م  = علم   = معرفة yang berarti hal mengenal atau ilmu pengetahuan.
Defenisi ilmu berdasarkan kamus Bahasa Indonesia ialah:

Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

            Menurut Ahmad Syadali, dikatakan bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu kenyataan atau obyek  tertentu yang tersusun secara sistematis, dari usaha manusia yang dilakukan dengan penyelidikan, pengamatan dan percobaan-percobaan. Dalam hal ini yang menjadi sumbernya adalah hasil penyelidikan dengan pengalaman (empiris)  dan percobaan (eksperimen), yang kemudian diolah dengan pikiran.
            Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu adalah suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Untuk itu ilmu membatasi ruang jelajah kegiatannya pada daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penelaahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia melalui panca inderanya.
b.      Ciri-ciri Ilmu
Adapun ciri-ciri ilmu yaitu:
1)   Komprehensif; ruang lingkupnya luas dan lengkap.
2) Sinoptik; unsur-unsurnya memiliki  kebersamaan yang integral.
3)   Sistematik; teratur menurut sistem, ada korelasi.
4)    Memiliki obyek kajian yang jelas.
5)   Relatif; bersifat sementara dan terbuka terhadap penemuan baru, kreatif  dan pragmatis. Kebenaran ilmiah tidaklah bersifat difinitif, suatu teori keilmuan yang dipandang benar pada kurun waktu tertentu, mungkin saja salah  dalam kurun waktu yang lain.
6)     Koheren; runtut, unsur-unsurnya tidak boleh mengandung uraian-uraian yang bertentangan satu sama  lain.
7)   Sistematis; masing-masing unsur saling berkaitan satu sama lain, ada sistem dalam susunan pengetahuan dan dalam cara memperolehnya.
8)    Konsepsional; jelas prosesnya.
9)        Rasional; unsur-unsurnya berhubungan secara logis.
10)  Intersubjektif, kepastian pengetahuan ilmiah tidaklah didasarkan atas intuisi-intuisi serta pemahaman-pemahaman secara subjektif, melainkan dijamin oleh sistemnya itu sendiri.
11)  Bersifat empiris, berdasarkan pengalaman, penemuan,  pengamatan,  percobaan yang telah dilakukan.
12)  Kognitif; pernyataan yang terkait dengan keilmuan itu memang bersifat mengandung hakikat kebenaran itu sendiri.
13)  Mempunyai dasar pembenaran/postulat; cara kerja ilmiah diarahkan untuk smemperoleh derajat kepastian yang sebesar mungkin.
14)  Otonom; mempunyai kedudukan mandiri. Maksudnya, meskipun faktor-faktor di luar ilmu juga ikut berpengaruh, tetapi harus diupayakan agar tidak menghentikan pengembangan ilmu secara mandiri.
15)  Memiliki hubungan fungsional dan hubungan kausal. Ilmu harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dan praktis.
16)  Ilmu harus bersifat tampa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
17)  Objektif; setiap ilmu terpimpin oleh obyek  dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif.
18)    Progresiv;  suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh bila mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi.
19)  Universal; berlaku umum (untuk semua orang atau untuk seluruh dunia). Jawaban atas  pertanyaan apakah sesutu hal itu layak atau tidak layak tergantung pada faktor-faktor subjektif.

c.       Sistem Kerja Keilmuan
Dalam rangka mencapai kebenaran ilmiah dari suatu obyek materi  diperlukan  pula sistem, yaitu hubungan secara fungsional dan konsisten  antara bagian-bagian yang terkandung dalam sesuatu sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh. Hubungan yang demikian itu tidak lain adalah dalam rangka mencapai  satu tujuan, yaitu kebenaran ilmiah.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, antara cara pandang, metode, dan system adalah hal-hal yang sangat menentukan bagi tercapainya kebenaran ilmiah. System ini mempunyai daya kerja aktif yang menggerakkan dan mengarahkan langkah-langkah yang telah ditentukan di dalam metode sedemikian rupa sehingga kontinuitas dan konsistensi daya kerja metode itu mampu mencapai tujuan akhir.
Adapun pendekatan dalam metode ilmiah yang dapat mengantar pada sistem kerja keilmuan yaitu terdiri  atas dua yaitu pendekatan deduktif dan pendekatan induktif. Deduktif yaitu dari peristiwa-peristiwa umum yang diselidiki, didapatkan kesimpulan khusus. Sedangkan induktif yaitu dari peristiwa-peristiwa  khusus yang diselidiki, didapatkan kesimpulan umum. Metode pendekatan deduktif-induktif ini juga lazim digunakan pada sistematika penulisan karya ilmiah dalam menyusun kerangka berpikir yang lebih sistematis.
Berdasarkan metode pendekatan itu pula maka tahapan dari sistem kerja keilmuan itu antara lain:
1)      Observasi, yaitu menghimpun fakta-fakta atau data dari obyek studi.
2)      Klasifikasi data dan informasi.
3)      Melakukan generalisasi empiris, yaitu membentuk defenisi dan pelukisan umum serta melakukan analisa tentang fakta-fakta yang ditemukan.
4)      Melakukan eksperimentasi (percobaan)
5)      Hipotesis, yaitu pengembangan teori ilmu yang sifatnya sementara. Hipotesa ini dilakukan dengan jalan menentukan sebab-sebab (dengan menentukan hal-hal yang mendahului peristiwa), selanjutnya yaitu dengan merumuskan hukum / teori sementara.
6)      Verfikasi atau pengujian ulang terhadap hipotesis yang diajukan.
7)      Menyimpulkan teori logis berdasar pada fakta dan data yang telah diuji. Dengan bantuan metode penelitian  keilmuan, ramalan tersebut diuji dengan fakta empiris dan diolah dengan bantuan analisis statistik untuk menghasilkan kesimpulan umum.

C. Penutup
            Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan untuk meramalkan sesuatu yang bakal terjadi, dan dengan demikian memungkinkan kita untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu ilmu membatasi ruang jelajahnya pada daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penelaahan keilmuan meliputi segenap gejala yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia melalui panca inderanya.
            Allah menegaskan karunianya pada manusia dengan memberikan penglihatan, pendengaran dan hati. Ketiga sarana pribadi ini dikaruniakan  Allah kepada manusia agar manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan. Penglihatan dan pendengaran adalah sarana observasi yang dengan bantuan akal mampu mengamati dan mengartikan kenyataan empiris, dan hanya dengan hatilah proses generalisasi empiris ini akan mengarahkan  manusia untuk bersyukur, yaitu dengan memanfaatkan sarana tersebut untuk kemashlahatan umat.
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Cet. II; Jakarta; Raja Grafindo Persada, 1997.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Cet. III; Jakarta: Balai Pustaka, 1994.
Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat. Cet. VI; Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Kattsoff, Louis. Elements of Philosophy diterjemahkan oleh Soejono Soemargono dalam judul Pengantar Filsafat. Cet. V; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.
Nasroen,  Filsafat dan Cara Berfilsafat. Cet. VIII; Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
Saefuddin, A.M. et. al.,  Desekularisasi Pemikiran; Landasan Islamisasi. Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998.
Sumantri, Jujun. S.  Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Cet. XI; Jakarta: Sinar Harapan, 1998.
Suhartono, Suparlan.  Pengantar Ilmu Pengetahuan Filsafat. Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin, 1996.
Syadali, Ahmad. Filsafat Umum. Cet. III; Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar