KARAKTERISTIK
DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA SD
Oleh:
Sitti Rahmah Syarifuddin
Pendahuluan
Di kalangan para pendidik sudah ada kesepahaman bahwa
anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran kecil. Oleh sebab itu anak harus
diperlakukan sesuai dengan tahap-tahap perkembangannya. Hanya saja dalam
pendidikan sehari-hari tidak selalu demikian yang terjadi. Banyak contoh yang
menunjukkan betapa para orang tua dan masyarakat pada umumnya memperlakukan
anak tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Mencermati praktek pendidikan anak-anak, tampaklah bahwa
ada dua hal yang perlu diperhatikan pada pendidikan anak-anak usia dini, yakni:
(1) Materi pendidikan, dan (2) Metode pendidikan yang digunakan. Secara singkat
dapat dikatakan bahwa materi maupun metode pendidikan yang digunakan dalam
rangka pendidikan anak harus benar-benar memperhatikan tingkat perkembangan
mereka. Memperhatikan tingkat perkembangan berarti pula mempertimbangkan tugas
perkembangan mereka, karena setiap periode perkembangan juga mengemban tugas perkembangan
tertentu.
Masa usia sekolah dasar terkadang dikatakan sebagai masa
kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia 6 tahun hingga kira-kira usia 11
atau 12 tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar dan
dimulailah sejarah baru dalam kehidupannya yang kelak akan mengubah sikap-sikap
dan tingkah lakunya. Para pendidik mengenal masa ini sebagai masa sekolah. Oleh
karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal.
Seorang pendidik harus betul-betul memahami karakteristik
dan mengetahui fase perkembangan pada siswa sekolah dasar, sebagaimana yang
akan diuraikan dalam makalah ini,dengan beberapa permasalahan pokok yaitu :
A. Bagaimana karakteristik siswa
sekolah dasar ?
B. Bagaimana perkembangan siswa
sekolah dasar ?
Pembahasan
A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Karakteristik siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan
kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dari lingkungan
sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya. Dengan
demikian, penentuan tujuan belajar itu sebenarnya harus dikaitkan atau
disesuaikan dengan keadaan atau karakteristik siswa itu sendiri. Kalau
demikian, apakah lebih tepat bilamana siswa sendiri yang menetapkan tujuan
belajarnya, sehingga proses belajar mengajar akan berjalan secara tidak
langsung siswa/anak didik itu sudah menentukan tujuan belajarnya, terbukti
dengan pemilihan spesialisasi masing-masing walaupun hal ini tidak dapat
diartikan secara mutlak.[1]
Mengenai karakteristik siswa ini ada 3 hal yang perlu
diperhatikan :
1) Karakteristik atau keadaan yang
berkenaan kemampuan awal, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir,
mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor dan lain-lain.
2) Karakteristik yang berhubungan
dengan latar belakang dan status sosial (sociokultural).
3) Karakteristik yang berkenaan
dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat dan
lain-lain.[2]
Dalam konteks
ilmiah pendidikan formal yang berlangsung di sekolah sering ditemukan berbagai
macam karakter siswa seperti sifat rajin, cerdas, malas, berani, penakut,
pemarah, nakal, cerewet, pemalu, egois, pendiam, pengganggu dan sulit
bekerjasama.
Karakter
malas, penakut, pemarah, nakal, cerewet, pemalu, egois, pendiam, pengganggu dan
sulit bekerjasama merupakan watak yang dimiliki oleh sebagian siswa. Karakter
tersebut dikhawatirkan akan menghambat proses belajar mengajar dalam interaksi
antara guru dan siswa, serta antara siswa dengan siswa lainnya.
1. Faktor Intelektual, Masa
Keserasian Sekolah
Setelah
melewati proses sosialisasi telah berlangsung dengan lebih efektif sehingga
menjadi matang masuk Sekolah Dasar. Pada umur berapa tepatnya anak matang untuk
masuk Sekolah dasar sebenarnya sukar untuk dikatakan, karena kematangan itu
tidak ditentukan oleh umur semata-mata; namun pada umur antara 6 atau 7 tahun
biasanya anak memang telah matang untuk masuk Sekolah Dasar.
Pada masa
keserasian bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik dari
pada masa sebelum dan sesudahnya. Beberapa sifat khas yang pada masa ini antara
lain :
1) Adanya korelasi yang tinggi
antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah.
2) Sikap tunduk kepada
peraturan-peraturan permainan yang tradisional.
3) Ada kecenderungan memuji diri.
4) Suka membanding-bandingkan
dirinya dengan anak lain.
5) Kalau tidak dapat menyelesaikan
sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.
6) Pada masa ini anak menghendaki
nilai-nilai yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi
nilai baik atau tidak.[3]
2. Faktor Kognitif
Istilah cognitive
berasal dari kata cognition yang sepadan dengan knowing, berarti
mengetahui. Dalam arti yang luas, cognition (kognisi) ialah perolehan,
penataan, dan penggunaan pengetahuan.[4]
Adapun yang
termasuk dalam aktivitas kognitif ini yaitu :
1)
Mengingat
adalah suatu aktifitas kognitif, didefinisikan sebagai kecakapan untuk
menerima, menyimpan, dan memproduksikan kesan-kesan. Ada 2 bentuk mengingat
yaitu: mengenal kembali dan mengingat kembali.
2)
Berpikir
adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan
siswa. Berpikir itu merupakan proses yang “dialektis” artinya selama siswa
berpikir, pikiran siswa dalam keadaan tanya jawab, untuk dapat meletakkan
hubungan pengetahuan siswa. Hasil berpikir itu dapat diwujudkan dengan bahasa.[5]
3. Faktor Motorik
Perkembangan
motorik inilah yang memungkinkan dapat melakukan segala sesuatu, yang
terkandung dalam jiwanya dengan sewajarnya.
Dengan
perkembangan motorik itu anak makin kaya dalam tingkah laku, sehingga
memungkinkan anak memperkaya aktivitasnya, kreativitas belajar dan bekerja
memungkinkan anak dapat melakukan perintah, memungkinkan anak melakukan
kewajiban, tugas-tugas, bahkan keinginan-keinginannya sendiri.
Melalui
perbendaharaan motorik atau perbuatannya itu, dengan mudah anak akan dapat menyampaikan
isi jiwanya, sebagai pelengkap dari pernyataan jiwanya yang seharusnya
dinyatakan dalam bentuk bahasa.
4. Faktor Emosional
Anak yang
semula hanya merasakan senang dan sedih, makin lama perasaan itu
terdiferensiasi menjadi perasaan-perasaan menyesal, kasihan/iba, marah,
jengkel, simpati, bersalah, wajib, dan sebagainya. Kesemuanya itu disebabkan
oleh pengalaman yang makin lama makin meluas pula. Jadi makin luas pergaulan
anak makin kayalah anak bervariasi dalam tingkah lakunya.
Hal tersebut
sangat berguna untuk menerima pelajaran di sekolah, sehingga memudahkan anak
menerima bahan pelajaran dari guru, memudahkan anak memahami bahan pengetahuan
yang diberikan oleh gurunya.
B. Perkembangan Siswa Sekolah
Dasar
Perkembangan selalu berarti pada diferensiasi. Artinya,
setiap tahap dari seluruh perkembangan anak, berarti mulai adanya diferensiasi
baru pada anak itu, baik jasmani maupun rohaninya.[6]
Hal yang perlu diperhatikan pula ialah bahwa tiap suatu fase yang dialami oleh
anak, merupakan masa peralihan atau masa persiapan bagi masa selanjutnya. Tiap
fase antara anak yang satu dengan anak yang lain, tidak sama lamanya. Inilah
sebabnya mengapa sering dikatakan bahwa tiap anak mempunyai irama
perkembangannya sendiri-sendiri.
Hal kedua yang perlu diketahui ialah bahwa perkembangan
yang dialami oleh anak adalah perkembangan jasmani dan rohani. Oleh karena itu
di dalam membantu perkembangan anak, orangtua dan guru diharapkan mampu menjaga
proses pengembangan ini selalu dalam keseimbangan agar tidak terjadi kelainan
pada anak.
Sedangkan hal keempat yang perlu diketahui oleh para
orangtua ialah dalam keluargalah anak itu berkembang. Oleh karenanya, keluarga
menempati tempat terpenting bagi terbentuknya pribadi anak secara keseluruhan
yang akan dibawa sepanjang hidupnya. Keluarga pemberi bentuk watak, pemberi
dasar rasa keagamaan, penanaman sifat, kebiasaan, hobby, cita-cita dan
sebagainya. Lembaga-lembaga lain di masyarakat adalah sekedar membantu. Sekolah
dan perkumpulan anak-anak di masyarakat membantu melanjutkan, memperbanyak atau
memperdalam apa yang diperoleh dari keluarga.[7]
Selanjutnya, pembahasan mengenai ranah perkembangan siswa
ini akan memaparkan beberapa tahapan yang tetap terkait dengan beberapa faktor
pembentuk karakteristik siswa, antara lain:
1. Perkembangan intelektual
Tahap ini disebut pula dengan tahap perkembangan
kognitif, yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan
kemampuan / kecerdasan otak yang meliputi kecakapan untuk berpikir, mangamati
atau mengerti, kecakapan untuk menganalisa hubungan-hubungan,
perbedaan-perbedaan, dan sebagainya.[8]
Proses ini meliputi beberapa tahap yaitu:
a. Tahap Sensorimotor
Pada tahap ini seorang anak belajar bagaimana mengikuti
dunia kebendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek tertentu tanpa
memahami apa yang sedang ia perbuat kecuali hanya mencari cara untuk melakukan
suatu perbuatan. Kemampuan pengenalan awal melalui upaya belajar (memahami
benda) tersebut selanjutnya diasimilasikan dan diakomodasikan dengan skema
sensorimotornya untuk mencapai ekuilibrium dalam arti dapat memuaskan
kebutuhannya.[9]
b. Praoperasi
Tahapan ini sejalan dengan adanya perkembangan bahasa dan
ingatan sehingga seorang anak mampu mengingat banyak hal tentang lingkungannya
Melalui itu pula ia mampu menduga suatu hal dengan lebih baik meskipun
pendugaan ini masih dalam bentuk yang sederhana, yakni melakukan generalisasi
terhadap setiap obyek yang diresponnya.[10]
c. Tahap Operasi Konkret
Dalam tahap ini, seorang anak telah mampu mempelajari
kaidah mengenai konservasi dan dapat menggunakan logika sederhana di dalam
memecahkan berbagai permasalahan yang selalu muncul setiap kali ia berhadapan
dengan benda nyata. Pada tahap ini pula seorang anak memperoleh tambahan
kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir)
yang berguna bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan
peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri sehingga ia mulai mampu
melakukan klasifikasi terhadap obyek-obyek yang ia temukan.[11]
d. Tahap Operasi Formal
Dalam perkembangan ini, seorang anak
telah memiliki kemampuan untuk mengkoordinasikan baik secara simultan maupun
berurutan dua ragam kemampuan kognitif, yakni: 1) kapasitas menggunakan
hipotesis, 2) kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak. Melalui kapasitas
menggunakan hipotesis, ia akan mampu berpikir mengenai sesuatu khususnya dalam
hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan
lingkungan yang ia respon. Selanjutnya, dengan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip
abstrak, ia akan mampu mempelajari materi-materi pelajaran yang abstrak,
seperti ilmu agama, matematika dan ilmu abstrak lainnya dengan luas dan lebih
mendalam.[12]
2.
Perkembangan Kognitif
Menurut para ahli psikologi
kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah kognitif sudah mulai berjalan sejak
seseorang mulai mendayagunakan kapasitas motor dan sensornya.[13]
Seperti halnya pada perkembangan intelektual, pada perkembangan kognitif juga
meliputi tahapan-tahapan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Aktivitas
pada perkembangan ini didasarkan atas pengalaman langsung melalui pancaindera
yang berinteraksi lebih jauh dan mendalam sehingga seseorang mulai mampu
melakukan kategorisasi terhadap pengalaman pancainderanya yang sejalan dengan
perkembangan potensi psikologisnya.
Beberapa perkembangan yang terkait
dengan tahap ini adalah:[14]
a. Perkembangan strategi belajar
dalam memahami isi materi pelajaran.
b. Perkembangan strategi meyakini
arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan
moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut.
Selain
itu, aktivitas dalam tahap perkembangan juga ditumbuhkan melalui pembelajaran
terhadap ketaatan untuk mematuhi berbagai peraturan yang ikut berpengaruh dalam
membentuk sikap dan mental siswa didik sehingga ia dapat memahami pentingnya
kedisiplinan.
3.
Perkembangan Bahasa
Sebagai sarana untuk berkomunikasi
dengan orang lain, bahasa merupakan media yang sangat signifikan bagi proses
perkembangan siswa didik. Sarana ini merupakan upaya untuk menyatakan pikiran,
perasaan dan emosi seseorang yang juga mencakup pengungkapan dalam bentuk
lambang atau simbol.
Bagi anak usia sekolah dasar, perkembangan
bahasa meliputi beberapa tahap, yaitu:[15]
a. Tahap pemahaman, yaitu proses
identifikasi dan mendefenisikan obyek yang ditemukan dengan
kategorisasi-kategorisas sederhana dan mudah dipahami.
b. Tahap perbendaharaan kata yang
diupayakan melalaui penghafalan kata dan penguasaan tanda baca.
c. Tahap membuat kalimat, yaitu
dalam bentuk memberi perintah dan mengapresiasikan kemauan-kemauan serta
menyatakan pendapat dan ide-ide.
d. Ucapan, yaitu dengan melakukan
percakapan atau dialog-dialog sederhana yang menginformasikan tentang
lingkungan sekitarnya.
4.
Perkembangan Fisik
Proses ini menyangkut
perubahan-perubahan anatomis secara progresif yang timbul dalam susunan jasmani
dan fungsi-fungsi fisiologi yang juga berpengaruh terhadap proses perkembangan
struktur dan perbaikan tingkah laku siswa didik. Dalam proses ini, setiap
kemajuan dapat diketahui dengan mengadakan observasi terhadap
perubahan-perubahan ukuran dan proporsi tubuh atau dengan memperhatikan siklus
tingkat-tingkat pertumbuhan yang dicapai dan sejauhmana perubahan itu
mempengaruhi pola tingkah lakunya.[16]
Tahap perkembangan fisik bagi siswa
sekolah dasar juga dapat diamati melalui kemampuannya atau kecakapannya dalam
menguasai dan mendemonstrasikan alat-alat pendidikan. Dengan kata lain,
perkembangan tersebut ditandai oleh kecepatan, kemahiran dan ketepatan yang
mekain bertambah besar dalam memecahkan situasi-situasi intelektual yang
ditawarkan kepadanya.
5.
Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi pada anak didik
sangat berperan dalam memberi warna atau mengubah kesenangan terhadap
pengalaman-pengalaman sehari-hari dan juga memberi motivasi terhadap tindakan
atau perbuatannya. Proses ini terkait erat dengan pertumbuhan usia yang akan
memperlihatkan pengulangan respon emosional dengan berbagai ekspresi mental dan
fisik.[17]
Terlepas dari bentuk-bentuk emosi
yang negatif, siswa didik pada sekolah dasar pada perkembangannya secara umum
ditandai dengan minat dan rasa ingin tahu yang mendalam terhadap berbagai hal.
Indikator yang menjadi tolak ukur perkembangan ini biasanya diapresiasikan
dalam berbagai bentuk seperti:
a. Belajar dengan coba-coba
b. Belajar dengan cara meniru
c. Belajar dengan cara
mempersamakan diri
d. Belajar melalui pengkondisian
e. Belajar di bawah bimbingan dan
pengawasan
Meskipun
pola perkembangan emosi ini relatif normal dan wajar, namun berbagai ekspresi
emosi siswa didik banyak dipengaruhi oleh cara mendidik dan pola-pola
pengajaran yang diterapkan. Oleh karenanya, rangsangan-rangsangan yang dapat
membentuk emosi peserta didik lebih sering ditampilkan dalam bentuk kepolosan
sikap yang cenderung agresif dalam menilai setiap kondisi atau situasi yang
dihadapinya.
III. Penutup
Deskripsi tentang karakteristik dan
perkembangan siswa sekolah dasar bagaimanapun juga akan terkait dengan uraian
tentang manusia sebagai peserta didik yang ditempatkan sebagai pribadi yang
utuh dalam kesatuan psikofisis atau psikosomatis yang terus mengalami
pertumbuhan dan pembentukan karakter. Berangkat dari itu, berbagai variabel
yang melengkapi eksistensi individu akan sangat potensial dalam membentuk
karakteristik dan memicu perkembangan individu itu sendiri.
Pada sisi yang sama, sekolah dasar
sebagai salah satu lingkungan pembentuk karakter siswa didik, berperan pula
sebagai lingkungan yang merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimiliki
siswa didik. Begitupula akan membawa perubahan-perubahan apa saja dalam pola
sikap dan pikir, kematangan intelektual, mental, fisik serta emosi yang
dimanfaatkan dalam pencapaian pertumbuhan dan perkembangan yang diinginkan.
Dengan
sendirinya, berbagai karakter dan pola perkembangan dalam proses pematangan
potensi siswa didik bukanlah sesuatu yang bersifat alami jika dikaitkan dengan
dorongan-dorongan potensi tertentu atau input-input internal maupun eksternal
sebagai daya perubah bagi konstruk kualitas individu yang bersangkutan.
[1]Sunarto
dan Agung Hartono, 1999: 5.
[2]Sardiman
A.M., 1994: 118.
[3]Sumadi
Suryabrata, 1993: 214-215.
[4]Muhibbin
Syah, 1999: 21.
[5]Muhibbin
Syah, op., cit: 30.
[6]Lihat,
Agus Sujanto, 1996: 65.
[7]Ibid:
65-66.
[8]Sunarto,
op. cit: 99.
[9]Muhibbin
Syah, op., cit: 26-27.
[10]Ibid:
27-29.
[11]Ibid:
29-32.
[12]Ibid:
32-34.
[13]Ibid:
22.
[14]Ibid:
49.
[15]Lihat,
Sunarto, op. cit: 136-142. lihat pula, Agus Sujanto, op. cit:
92-93.
[16]Lihat,
Whitherington, 1999: 154, 160.
[17]Sunarto,
op. cit: 148.
Makasih infonya
BalasHapushttp://yvc-i-gc012.blogspot.co.id/
tolong kirimin daftar pustakanya donk kak!!!
BalasHapusizin kopas
BalasHapus